Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2024

Perbedaan antara Alif Fariqoh dan Alif Fashilah

Gambar
ما الفرق بين الألف الفارقة أو الألف الفاصلة ؟ (الألف الفاصلة ) هي التي يُؤْتى بها للفصل بين الأمثال في الكلمة الواحدة كالألف الفاصلة بين نون النسوة ونونَي التوكيد في نحو : اضربنانّ زيدًا ،وإنما زادوها زيادة واجبة منطوقة فصلا بين النونات فلولاها لاجتمعت ثلاث نونات في كلمة وهو ثقيل في لسان العرب. وأمّا ( الألف الفارقة ) فهي التي يُؤْتى بها للتفرقة بين الأسماء والأفعال بأن تُرْسَم بعد واو الجماعة إذا كانت طرفًا مثل : (فان لم تفعلوا ولن تفعلوا ) ولو كانت غير متطرفة فليس للألف أن تُزاد ، كما تقول : كنتم تفعلون كذا وكذا ؛ فارقة بين هذا وبين الأسماء المرفوعة وعلامة رفعها الواو أي جمع المذكر السالم عند إضافتها فإنها ترسَم بغير ألف ، نحو : محسنو هذا البلد يسهمون في نشر الكتب . وكذلك في الأفعال الواوية وهي التي في آخرها واو مثل : يدعو ، ويغزو ، ويرنو ونحوها من المعتلات الأواخر فإن الألف ليس لها محل فيها. وجملة الأمر أن الألف الفاصلة منطوقة والألف الفارقة مُرسومة غير منطوقة. مظفّر

Pentingnya Kasih Sayang

Gambar
An Nawadir 19 Diceritakan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad perjalanan pulang setelah melaksanakan shalat ied, nabi melihat anak-anak sedang bermain bersama, tapi ada salah satu anak kecil berpakaian kusut yang hanya duduk pinggir jalan tidak ikut bermain. Nabi bertanya : "Hai nak, kenapa kamu menangis dan tidak ikut bermain?". Anak tersebut menjawab dan dia tidak tahu bahwa yang sedang bertanya adalah Nabi Muhammad SAW. "Tolong biarkan saya sendiri, bapakku telah meninggal dalam peperangan bersama Nabi Muhammad, lalu ibu saya menikah lagi dengan seorang laki-laki. Namun yang menyedihkan adalah suami baru ibuku itu nakal, harta bagianku dimakan, aku diusir dari rumah, akhirnya saya sekarang tidak punya siapa-siapa, dan tidak punya apa-apa. Kalau saya melihat teman-teman, mereka masih mempunyai orang tua, bermain dengan senang, berpakaian yang bagus. Melihat semua itu akhirnya kesedihanku semakin membara dan membuatku menangis". Lalu Nabi memegang kedua ta

Keutamaan Bertawakkal pada Allah

Gambar
An Nawadir 18 Diceritakan bahwasanya Dzun Nun Al-Mishri berburu di laut bersama anak perempuannya yang kecil. Dzun Nun melemparkan jala ke laut dan berhasil menangkap seekor ikan. Setelah berhasil, ikan itu hendak diambil dari jala. Namun anak perempuannya melihat bahwa ikan dalam jala tersebut menggerak²an mulutnya. Lalu anak itu mengambil ikan dari jala dan melemparkannya lagi ke laut. "Mengapa engkau melakukan itu..??" tanya Dzun Nun al-Mishri kepada anaknya. "Ayah,, aku tidak rela seekor makhluk yang berdzikir kepada Allah Swt, dimakan," jawab si anak. "Terus apa yang akan kita kerjakan..??" "Kita bertawakkal kepada Allah Swt, dan Allah akan memberikan rezeki kepada kita dari hewan yang tidak disebutkan oleh Allah Swt," jelas si anak. Sang ayah pun meninggalkan perburuan ikan. Mereka berdua berdiam diri dan bertawakkal kepada Allah SWT sampai sore, namun tidak ada sesuatu pun rezeki yang datang kepada mereka berdua. Ketika 'I

Keutamaan Ikhlas

Gambar
An Nawadir 17 Diceritakan bahwa Asy-Syibli pada suatu hari menyampaikan suatu ceramah dengan penuh wibawa tentang Allah Swt, di satu majelis. Seorang pemuda yang mendengar ceramah itu berteriak kencang hingga mati, para kerabatnya mengadukan hal tersebut kepada penguasa setempat. Mereka mengaku bahwa anaknya terbunuh. "Apa yang kamu katakan..??" tanya penguasa kepada pemuda yang sudah meninggal tersebut. "Wahai Amirul Mukminin..sebuah ruh yang rindu, menangis, kemudian diajak, dan memenuhi panggilan. Apakah salah..??" Jawab mayat itu. Amirul Mukminin pun menangis dan berkata kepada para kerabat dari pemuda yang telah meninggal tersebut: "Lepaskanlah jalannya, Ia tidak mempunyai dosa!" Mudhoffar Ahmad.