Kisah Imam Sibawaih


Nama lengkap beliau adalah Amr Bin Utsman Bin Qanbar Abu Bisyr. Beliau asli kelahiran Persia, tepatnya di Desa ‎Baidha (desa di Persia berdeketan dengan Shiraz) pada tahun 148 H (sekitar 765 M) dan wafat pada tahun 180 H/796 M. Meski dilahirkan di Baidha namun beliau tumbuh besar di Bashra negara Iraq, dan menjadi salah satu ulama Bashra terpopuler kala itu. Di sana beliau tumbuh berkembang dalam lingkungan ilmiah, sedangkan ilmu pengetahuan pertama yang beliau pelajari adalah Fikih dan Hadits. Imam Sibawaih mempelajari hadits dari gurunya yaiti Hamad Bin Sahnah.

Amr bin Utsman muda lantas mendapatkan laqob (julukan) Sibawaih. Julukan ini diambil dari bahasa Persia, "Sib" artinya buah apel, dan "Waih" artinya wangi. Jadi Sibawaih artinya wangi buah Apel. Konon menurut cerita yang penulis dengar sangat masyhur di kalangan pesantren, laqob ini diberikan karena beliau memiliki aroma wangi seperti buah apel pada tubuhnya.

Kisah Imam Sibawaih

Berikut ini adalah sepenggal kisah populer yang penulis dapat dari Hasyiyah Syarwani Hal 8 Juz 1;

فقد حكي أن سيبويه رأى في المنام فقيل له ما فعل الله بك فقال خيرا كثيرا لجعلي اسمه أعرف المعارف نهاية

Dikisahkan bahwa salah seorang sahabatnya Imam Sibawaih bermimpi bertemu dengan beliau, kemudian terjadilah dialog :

Sahabat : apa yang Allah beri untukmu ?
Imam Sibawaih : Sungguh Allah telah memberiku Kebaikan yang tak terhitung, hal ini bukan karna karya-karyaku, bukan karna amal ibadahku, melainkan karna aku telah berpendapat bahwa lafadz Jalalah (Allah) adalah lafadz paling makrifat.

NB : Makrifat dalam ilmu Nahwu adalah setiap kalimat isim yang hanya menunjukkan individu tertentu, seperti lafadz Zaidun lafadz ini disebut makrifat karna hanya menunjukkan 1 individu tertentu karna merupakan sebuah nama (Alam).

Pada suatu hari, Sibawaih menerima diktean hadits dari gurunya yaitu Syeikh Hamad, yang berbunyi : 
لَيْسَ مِنْ أَصْحَابِى إِلاَّ مَنْ لَوْ شِئْتَ لأَخَذْتُ عَلَيْهِ لَيْسَ أَبَا الدَّرْدَاءِ

Sibawaih langsung menyanggah sambil berkata :
لَيْسَ أَبُوْ الدَّرْدَاءِ

Dia menduga lafazh abu darda adalah isim laisa. 

Gurunya langsung menimpali : "Engkau salah wahai Sibawaih. Bukan itu yang aku maksud, tetapi lafazh laisa disini adalah ‎istitsna !".
Maka Sibawaih langsung berkata : "Tentu aku akan mencari ilmu, yang mana aku tidak akan salah lagi dalam membaca." 

Akhirnya Sibawaih belajar ilmu nahwu kepada Imam Khalil (bukan Mbah Kholil Madura) sampai menjadi Ahli nahwu terkenal. Dan Imam Khalil sendiri adalah murid dari Abu 'Amr bin al 'Ala, seorang Ahli Qiro'ah Sab'ah.

Sibawaih pernah berdebat dengan ‎Imam Kisa’i, tokoh ulama Kuffah. Pada saat itu Sibawaih hendak pergi ke kota Baghdad pada masa raja ‎Harun ar Rasyid dan menteri ‎Yahya bin Khalid al Barmaki. ‎Sibawaih meminta menteri Yahya agar dapat mempertemukan antara dia dan Al Kisa'i. maka Yahya menasihatinya agar ia tidak melakukan itu. Namun Sibawaih bersikeras ingin bertemu sekaligus mengajak debat terbuka. Acara pertemuan itu di adakan di rumah Raja Harun ar Rasyid. Namun sebelum bertemu dengan Al Kisa'i, ‎Sibawaih dipertemukan dengan murid-murid Al Kisa'i. di antara mereka ada Al Ahmar, Hisyam, dan Al Fara. Kemudian mereka berdebat sebelum bertemu dengan Al Kisa'i, karena mereka (Murid-muridnya) melakukan hal itu untuk menjatuhkan  Syaukah (kekuatan mental) Sibawaih. Lalu tidak lama Al Kisa'i menghadap dan berdebat dengannya dalam masalah terkenal pada masa itu. Yaitu ‎"Zumburiyah".

Sibawaih memenangkan perdebatan itu. Kemudian Menteri Yahya al Barmaki memberi hadiah kepadanya sebesar sepuluh ribu dirham dari saku pribadinya. Maka dari sejak itulah Sibawaih menjadi orang terkenal. Kemudian tidak lama ia pindah ke kota Ahwaz dan wafat pada saat usianya masih muda. Banyak kitab yang menulis tentang biografi Sibawaih, diantaranya kitab karya Ahmad Badawi. Yaitu kitab ‎Sibawaih : Hayatuhu wa Kitabuhu dan penulisnya Ali An Najedi Nashif yaitu kitab Sibawaih Imam An Nuhat.

Dalam kajian nahwu, pendapat Imam Sibawaih menjadi rujukan penting. Beliau mewakili mazhab Bashrah yang sering berselisih pendapat dengan mazhab Kufah yang dipimpin oleh Imam al-Kisa'i. Pendapat-pendapat Imam Sibawaih banyak dikutip dalam berbagai kitab. Ada 5 sisi unik yang perlu Anda tahu tentang Imam Sibawaih. Berikut uraiannya.

1. Selamat di Alam Kubur karena Ilmu Nahwu

Abdul Hamid Asy-Syarwani meriwayatkan dalam Hawasyi Asy-Syarwani (I/8), ada sahabat Imam Sibawaih yang memimpikan beliau setelah wafatnya. Orang itu lalu bertanya, “Apa yang Allah perbuat kepadamu ?”

Imam Sibawaih menjawab, “Allah karuniakan banyak kebaikan karena aku telah mencetuskan pendapat bahwa nama-Nya adalah isim paling ma’rifat.” Mimpi ini menggambaran kepakaran Imam Sibawaih dalam bidang nahwu.

2. Berwajah Sangat Tampan dan Harum Aroma Tubuhnya

Ulama Nahwu satu ini berwajah sangat tampan. Lebih istimewa lagi tubuhnya beraroma harum khas apel. Karena itulah ia dijuluki Sibawaih, yang menurut bahasa daerahnya berarti bau apel. Saking tampannya, Imam Khalil, guru Sibawaih, tak mau menatap wajah muridnya ini ketika mengajar.

Beliau cukup membelakanginya saja. Kalaupun harus menghadap ke arah Sibawih, maka Imam Khalil menutup wajahnya dengan jubah. Demikian diceritakan dalam Hasyiyah Ibnu Hamdun juz 2 hal 54.

3. Kitab-kitabnya Dibakar Istri

Masih dikutip dari Hasyiyah Ibnu Hamdun. Imam Sibawaih pernah menikah dengan seorang wanita dari Basrah. Sayangnya, meskipun wanita itu sangat mencintainya, beliau justru sibuk sendiri menekuni ilmu dan menulis kitab. Sang istri merasa cemburu dengan kitab-kitab itu.

Hingga suatu ketika, saat Imam Sibawaih pergi ke pasar untuk suatu keperluan, sang istri membakar seluruh kitab-kitab Imam Sibawaih. Begitu pulang dan melihat kitabnya telah hancur, pingsanlah sang imam. Saat sadar, ia langsung menceraikan istrinya itu. Mungkin karena peristiwa inilah, hanya sedikit karya Imam Sibawaih yang tersisa.

4. Perdebatan Ilmiah yang Mengecewakan

Dalam ilmu nahwu hanya dikenal dua madzhab. Yaitu madzhab Basrah yang disebut Bashriyyun, dan Kufah yang dikenal dengan sebutan Kufiyyun. Di masa itu, Sibawaih adalah syaikh (grand master) ulama Basrah, sedangkan kubu Kufah memiliki Imam Al-Kisa'i sebagai syaikh mereka.

Saat berumur 35 tahun, Imam Sibawaih terlibat perdebatan dengan al-Kisai. Hal itu terjadi di hadapan Amir Abu Ja’far dari dinasti Abbasiyah dan Perdana Menteri Yahya bin Khalid.

Perdebatan itu membahas tentang perkataan : 
“ظننت أنّ العقرب أشدّ لسعا من الزنبور
فإذا هو هي/ فإذا هو إيّاها
Qad kuntu azhunnu anna al-‘aqrab asyaddu lis’atan min az-zunbûr faidza huwa hiya (sungguh aku menyangka bahwa kalajengking itu sengatannya lebih kuat daripada kumbang zanbur. Ternyata memang demikian).”

Menurut Sibawaih, hiya harus dalam bentuk dhamir rafa’ dan tak boleh nashab (iyyaha). Sementara itu, menurut al-Kisai, boleh rafa’ (hiya) juga boleh dengan dhamir nashab menjadi iyyaha.

Perdebatan sengit itu ditengahi oleh Perdana Menteri Yahya dengan mendatangkan salah satu kabilah Arab yang berdekatan dengan kota Kufah atas usulan dari al-Kisa'i.

Singkat cerita, kabilah itu membenarkan pendapat Imam al-Kisai. Imam Sibawaih merasa ada kecurangan karena kabilah itu hanya sekadar menyetujui pendapat al-Kisa'i saja tetapi enggan untuk menirukan ungkapan yang diperselisihkan tadi.

Ada indikasi mereka mengiyakan pendapat al-Kisai, karena al-Kisai lebih dekat kepada penguasa atau mungkin saja mereka dalam tekanan.

Dengan membawa kekecawaan mendalam, Sibawaih pulang ke desa kelahirannya, Al Baidha, daerah bernama Syiraz di kawasan Persia (Iran).

Perdana menteri Yahya ketika itu memberinya hadiah 10.000 dirham. Sejak kejadian itu ia tak pernah lagi muncul di Basrah. Imam Sibawaih meninggal tak lama setelah itu dalam umur 36 tahun di desa kelahirannya. Kisah ini juga dimuat dalam Hasyiyah Ibnu Hamdun.

5. Kitab Monumental Tanpa Judul

Sebagaimana dijelaskan oleh Harun Abdussalam dalam prolog editannya atas Al Kitab. Karya paling monumental milik Sibawaih adalah Al Kitab.

Karyanya ini menjadi rujukan banyak ulama Nahwu setelahnya. Begitu pentingnya hingga dijuluki sebagai “Qur’an an-Nahwi (Qurannya Nahwu)”. Al-Kitab berjumlah 4 jilid.

Uniknya, sejak awal kitab ini sebenarnya tak dinamai apa pun oleh penulisnya. Sehingga  para ulama'lah yang menamai karya Sibawaih itu dengan Al Kitab. Selanjutnya, istilah “Al Kitab” dalam kitab-kitab nahwu maksudnya adalah kitab Imam Sibawaih tersebut.

Kitab Nahwu Paling Kuno

Karya Imam Sibawaih dalam bidang nawu adalah Al-Kitab. Sebuah kitab Nahwu paling kuno yang hari ini sampai kepada kita. Al-Kitab merupakan karya nahwu yang tak ternilai harganya, ditulis dengan bahasa yang singkat namun padat akan makna.

Dalam karya ini, pembahasan belum dikelompokkan dalam bab, fasal dan furu'. Mungkin ulama' di masa itu belum sepiawai ulama' muta'akhirin dalam membukukan sebuah pengetahuan. Walaupun demikian, karya besar ini memperoleh gelar Al-Kitab dikarenakan menjadi rujukan utama bagi perkembangan ilmu nahwu selanjutnya.

Wallohu Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda.
Kawulo Alit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara unik Kyai Umar mengatasi santrinya yang Nakal

Pentingnya Kasih Sayang

Keutamaan Malam Nishfu Sya'ban